Pages

Senin, 26 November 2012

"Cerpen : 2 Hati 1 Cinta"


Sungai Musi terus alirkan airnya tiada ujung sore itu. Clara masih di tepi sungai sembari melempar kerikil berkali-kali. Entah apa yang ia lakukan untuk tujuan apa dan sungguh sulit ‘tuk ditebak. Dion, teman Clara sekaligus kakak kelas SMP dan SMA sekarang tiba-tiba datang dan menemui Clara yang sedang duduk termenung sambil melanjutkan lemparannya dan melamun.

“Hai Dek” sapa Dion yang terbiasa menyapanya dengan panggilan adek.
“Oh ,hai juga Kak” jawab Clara sambil mengakhiri lemparannya.
“Ngapain ngelamun di situ, kayak nggak ada kerjaan lain aja selain ngelamun !” lanjut Dion.
“Ini Kak , lagi bingung ” jawab Clara yang masih melanjutkan lamunannya.
“Bingung ?” jawab Dion yang penasaran.
“Jarang banget Adek bingung, bingung apa galau ? Sekarangkan jamannya yang galau-galau gitu Dek haha ..” lanjut Dion sambil cengengesan (kalau kata orang Jawa).
“Bingung Kak, tapi galau juga hehe ..” jawab Clara dengan tertawa kecil.
“Cielah hari gini galau Dek ,udah jangan galau-galauan Dek” tegur Dion.
Clara tak peduli dengan apa yang Dion katakan tentang dirinya, ia tetap melanjutkan lamunannya sembari menghadap ufuk barat menanti matahari terlelap.
Dion merasa ada sesuatu yang beda terhadap diri Clara. Dion menganggap Clara adalah seorang gadis kelas sepuluh SMA yang sopan, rajin, pintar dan selalu ceria, namun akhir akhir ini tampak berbeda. Ia merasa Clara kini sering melamun seperti orang tersesat di hutan. Ia coba bertanya kepada Clara yang telah memikat hatinya sejak dulu dan rasa penasarannya yang kini semakin besar.
“Dek ! Sebenarnya ada apa ? Lebih baik cerita ke kakak, mungkin kakak bisa bantu.” Dion coba membuka pembicaraan.
“Begini Kak sebenarnya ...” ucap Clara.
“Sebenarnya apa ?” sela Dion.
“Sebenarnya Citra, Kakak tahu yang namanya Citra ?” tanya Clara.
“Iya Kakak tahu Dek, orangnya satu sekolah sama kita kan ? Dan jadi idola di sekolahan kita karena parasnya yang elok nan menawan itu, benar kan ?” jawab Dion dengan penasaran.
“Iya Kak, kok Kakak tahu sampai sedetail itu, Kakak suka ya ? haha ..” celoteh Clara.
“Hanya sebatas tahu kok Dek. Soalnya di kelas kakak semua pada rame sendiri membicarakan Citra. Kakak itu hanya sebatas tahu saja Dek, nggak lebih. Toh kalau kakak menyukai seeorang pasti cinta kakak bertepuk sebelah tangan.” Jawab Dion.
“Oh iya, katanya tadi mau cerita Dek ? hehe, lanjutin gih tadi ceritanya.” Sambung Dion.
“Sebenenya gini Kak, sebenernya Citra itu suka sama Kakak.” jawab Clara.
Mendengar jawaban Clara, jantung Dion serasa tak karuan, kalau dikata seperti lagunya Ahmad Dhani ‘seperti genderang mau perang’.
Dion tak tahu lagi harus berkata apa kepada Clara, jarang ada yang suka dan menaruh hati padanya apalagi orang yang menyukainya kini adalah idola di sekolahnya. Namun kini Dion terselamatkan oleh hujan yang turun secara tiba-tiba dan sangat deras. Tanpa pikir panjang Dion langsung mengajak Clara untuk pulang yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari tepi sungai dan bersebelahan dengan rumah Dion.
Sore yang penuh tanda tanya itu sekarang telah berubah menjadi malam yang dingin diterangi sinar rembulan yang kala itu terang benderang bersama bintang . Dion masih mengingat perkataan Clara tadi sore, ia menganggap tak ada yang pantas mencintainya karena ia adalah orang yang tak mengerti dan tak memahami tentang perasaan seseorang.
Hingga jam dinding telah menunjukan pukul 21.00, Dion masih berkelit dengan pikirannya sendiri, ia tahu dan menganggap dirinya hanyalah orang sederhana yang tak pantas mencintai dan tak pantas pula dicintai.
Malampun terus berlanjut hingga larut Dion masih saja kebingungan dengan apa yang ia rasakan, Dion menatap jam dindingnya dan tak terasa sudah menunjukkan pukul 00.00 atau tengah malam.

“Kenapa aku terus memikirkan perkataan Clara tadi ? Sebenarnya apa yang sedang aku rasakan saat ini, apa yang aku pikirkan saat ini ?” gumam Dion yang sejak tadi terus kebingungan dengan apa yang ia rasakan . Dion mencoba menenangkan dirinya dan pasrah akan apa yang akan terjadi esok. Akhirnya Dion tertidur dengan lelapnya ditemani rasa bingung.
Esok telah tiba, sang surya telah pancarkan sinar damainya. Seperti biasa Dion berangkat sekolah pukul 06.30 menggunakan bus kota, 15 menit perjalanan dan Dion akhirnya tiba di sekolah dan tepat di depan gerbang sekolah. Tanpa sengaja Dion bertemu dengan Citra, seorang gadis yang ia pikirkan semalam.
“Bergetar hati ini” gumam Dion dalam hati karena bertemu dengan Citra sembari mengingat lagu yang dinyanyikan oleh Nikita Willy.
Citra yang menyadari bahwa Dion ada di depan matanya, ia pun langsung melemparkan senyumnya bak mentari memancarkan sinarnya. Dion yang berdiri sendirian menjadi salah tingkah dan menengok kanan kirinya seperrti orang kebingungan. Tingkah laku Dion yang aneh membuat Citra memutuskan untuk memberi salam sambil tertawa kecil.
“Pagi Kakak hehe..” sapa Citra sambil tertawa.
“Oh ...(diam sejenak), iya Dek , Ppa ..Ppa.. Pagi juga Dek.” Jawab Dion dengan gagapnya.
Citra pun kini telah belalu.
Tak terasa bel sekolah tanda pulang telah berbunyi. Hal itu disambut suka cita oleh semua murid yang telah lelah dan letih menerima pelajaran. Entah secara sengaja atau tidak mereka bertiga, Dion, Clara, dan Citra bersama di dalam satu bis kota. Mereka bertiga berdiri di dalam bus karena tidak memperoleh tempat duduk sebab semua tempat duduk telah terisi.
Dion dan Citra kini berhadap-hadapan, tak tahu yang mulai siapa duluan, Dion dan Citra kini telah berkenalan dan sudah mulai akarb walaupun baru saja mereka bekenalan. Sedangkan Clara di belakang mereka dan mengetahui semua yang mereka berdua lakukan ,namun perasaanya kini mulai menangis.
“Apa yang aku rasakan saat ini ? Aku tak boleh jatuh cinta kepadanya ,karena ia adalah laki-laki yang dikagumi Citra, teman baikku sendiri. Tidak ! Aku tidak boleh mencintainya, dan harus kukubur perasaan ini dalam-dalam !” Clara bergumam dengan batinnya sendiri, batin yang kini mulai meneteskan air mata di pipinya.
Dion merasa ada seseorang yang ada memperhatikannya, ia menengok ke belakang dan benar, ia melihat Clara sedang menangis. Melihat Dion yang melihatnya, Clara cepat-cepat mengusap air matanya dan meninggalkan mereka berdua di bus bersama. Seketika pula Dion merasa bersalah dan ia memutuskan untuk cepat-cepat berlari mengejar Clara, dan meninggalkan Citra sendirian di bus kota. Citra melihat Dion yang lari terburu-buru penasaran apa yang terjadi dengan orang yang dicintainya itu, dan memutuskan untuk mengikutinya dari belakang secara diam-diam. Dion berlari mengejar Clara yang hampir sampai di rumah dan berteriak-teriak memanggil namanya.
“Clara tunggu !” teriak Dion dari kejauhan.
Clara yang mendengar teriakan Dion, Clara mempercepat larinya agar bisa terhindar dari kejaran Dion. Namun, Dion tetap mengejar Clara dan berhasil melampauinya dan menghentikan lari Clara.
“Mahes, ada apa dengan kamu ?” tanya Dion.
“Tidak ada apa-apa Kak.” jawab Clara.
“Kenapa kamu tak jujur padaku, apakah ini Clara yang selama ini aku kenal ?”
“Kakak tak perlu tahu !”
“Tidak ! Aku harus tahu, ada apa denganmu, tolong jujur pada kakak Dek !”
“Hanya sebuah permintaan maaf Kak.”
“Permintaan maaf apa Dek, jelaskan pada kakak”
“Maaf kak, entah apa yang sedang aku rasakan saat ini, perasaanku kini jadi tak menentu, seperti terhempas badai tertelan bumi dan tak bisa tersampaikan melalui kata-kata maupun puisi.” jelas Clara.
“Aku tak mengerti maksud pekataanmu tadi Dek, dan sungguh aku tak mengerti akan sikapmu sekarang ini ,aku tak mengerti” ucap Dion.
“Aku tak mau Kakak dengan perkataanku ini, maaf telah membohongimu dengan sikapku selama ini yang tak tentu arah. Entah sejak kapan rasa cinta itu tumbuh bagaikan bunga yang bermekaran pada musim semi dan kini cinta itupun tak dapat lagi aku sampaikan, tak dapat lagi aku berikan bagaikan bunga yang gugur yang layu tanpa air. Maaf Kak aku terlanjur mencintaimu, tapi sahabatku lah yang paling pantas untukmu, bukan aku.”
Dion terhenyak dan terdiam mendengar ucapan Clara, Dion bingung dengan apa yang harus ia lakukan, karena selama ini ia tak pernah dicintai oleh seseorang apalagi orang itu adalah kedua orang yang mencintainya dengan sangat dalam.
Ternyata percakapan Dion dan Clara didengar oleh Citra yang sejak tadi mengikuti Dion secara diam-diam. Ia tak mengira, bahwa sahabatnya telah jatuh cinta pada laki-laki yang sangat ia kagumi yaitu Dion.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang kini Clara mencintainya, apa aku harus melupakan cintaku yang sejak lama telah aku pendam dan membiarkan Clara bahagia bersama Kak Dion ? Benar ! Itu akan lebih baik aku lakukan karena mereka berdua juga sudah kenal lama dan akrab daripada aku harus mengecewakan sahabatku sendiri aku tak mau ! Aku tak mau mengecewakan sahabatku walau aku yang harus terluka nantinya.” gumam Citra dalam hatinya.
Lalu, Citra memutuskan untuk mendekat kepada Dion dan Clara. Dion dan Clara kaget dengan kehadiran Citra secara tiba-tiba. Clara yang berjalan, perlahan-lahan mendekat dan menjelaskan maksud kehadirannya.
“Kak Dion, maaf selama ini aku mengagumimu dan Clara lah yang pantas untukmu daripada aku.” terang Citra.
“Tidak !” sahut Clara.
“Engkau lah yang lebih pantas untuk Kak Dion daripada aku, engkau lah orang yang bisa mebuat Kak Dion bahagia.” lanjut Clara.
“Sudah cukup ,hentikan ini semua ! Citra, aku memang mengagumimu dari dulu dan engkau Clara, aku juga telah menaruh hati padamu sejak dulu. Aku tak tahu apakah aku membuat keputusan yang benar untuk kalian berdua atau tidak, aku hanya ingin kita bertiga kembali seperti dulu, kembali di saat rasa cinta itu belum tumbuh. Aku mencintai kalian dan kalian mencintaiku aku harap kita dapat bersahabat saja, karena sahabat itu akan kekal abadi ‘tuk selamanya, tak usang oleh waktu, tak akan terbelenggu oleh zaman, dan tak akan rapuh oleh usia. Aku berharap keputusanku ini dapat kalian terima.” jelas Dion.
Dion mencoba menjelaskan kepada Citra dan Clara, dan mereka berdua mengerti apa yang diharapkan oleh Dion. Mereka berdua menangis bahagia karena telah mengerti akan arti persahabatan di antaranya mereka bertiga.
Akhirnya, keseharian mereka berjalan dengan penuh canda tawa lagi tanpa harus meneteskan air mata. Mereka bertiga kini hidup dengan penuh kebahagiaan dan lebih mengerti bahwa persahabatan itu akan abadi untuk selamanya.


Terimakasih kepada Emi Arianti dan Vela Ariska yang telah membantu menyelesaikan cerpen ini.

 J J J

0 komentar:

Posting Komentar